17 April 2008

tiba-tiba curhat


Ngitung hari, minggu, bulan..., baru hampir setaun di sini,

tiba2 aku berpikir bahwa ini baru permulaan, seperti bocah kecil yang baru meletakkan pantatnya di bangku sekolah. Baru, asing, aneh, bingung...tapi suatu saat akan menemukan kepuasan tersendiri saat mendapati dirinya berhadapan dengan new experiences dan kemudian menjadi semakin ‘berisi’.

Dan sekarang, seperti duduk di bangku sekolah pada hari pertama, aku merasa ini baru permulaan. Beberapa rekanku berpikir bahwa semua ini harus segera diakhiri, mereka memilih untuk kembali menjadi jobseekers daripada bertahan dengan pekerjaan under pressure, bukan sekedar tidak untuk menjadi kuda pacuan yang dieksploitasi tenaga fisiknya doang, tapi lebih kepada menjaga kesehatan mental (dimana terbebas dari polusi suara yang muatan tendensinya mengacak-acak hati nurani). Bagi mereka, ini bukan merupakan permulaan, but it’s a nightmare. “Gw pengen hidup normal” they said. Dan kemudian, tinggalah aku sendiri as a single fighter. Jika proyek sedang membludak, maka bersiap untuk tetap mantengin otak di depan layar komputer lewat waktu jauh melebihi jam kerja, sampai besok paginya, sampai larut malam lagi, sampai dini hari lagi...dan persiapkan jiwa yang lapang saat d’ big boss ngasih ‘kuliah’ tentang berapa duit yang dikeluarkan untuk menggaji, tentang kenapa para karyawannya tidak pintar, dan tentang hal-hal lainnya yang...ya,tidak perlu pake hati untuk mencernanya (if u wanna still in sane, hehe..). Bukan hanya cerita saat ini saja, namun konon beberapa ex karyawan mengeluhkan hal yang sama, satu diantaranya mengundurkun diri tanpa mengikuti prosedur yang ditetapkan “Saya mah ga tahan euy sama wak wek wok nya..” begitu katanya.

Sempat pula aku berpikir untuk mengakhiri semua ini, ya..mungkin bukan ‘sempat pula’, tapi memang aku ingin mengakhiri semua ini, hijrah ke lingkungan dimana tempat manusia tinggal dan manusia saling memanusiakan manusia, bekerja dengan menjadi manusia untuk manusia, dan...saat aku pulang, aku tidak menemukan kasurku berlayar, buku2ku berenang, dan barang2 lainnya terendam karena hujan deras yang bikin buannnjiiirr di kampung tempatku ngontrak (itu pula salah satu faktor pendukung yang membuat 2 orang teman kontrakanku memutuskan segera resign dari perusahaan ini). Tapi tiba-tiba, apa yang kutemukan belakangan ini? Tiba-tiba..aku merasa bahwa ini baru permulaan, sepertinya aku masih menantikan pengalaman baru yang bisa memperkaya kepalaku, tiba-tiba aku berpikir bahwa ini adalah tempat yang tepat untuk itu. Saat ini, seperti aku adalah bocah kecil di hari pertama masuk sekolah, dan aku berpikir..C’mon, let’s see...apa yang akan kudapatkan kemudian?

Namun, semua ini datang pada saat aku tengah membulatkan tekad, ini seperti setan penggoda yang berusaha menggoyahkanku. Tapi...tenang..tenang..sodara-sodara.., aku tau bahwa hidup ini harus memilih (meskipun aku selalu selalu ingin memilih semuanya, hehe..), akhirnya timbangan di dalam hati dan otak-ku lebih berat ke satu arah..Yup! Kuputuskan untuk ‘mendapatkan sesuatu’ itu di tempat lain dimana aku berharap sesuatu di tempat itu bisa menjadikan aku manusia dan di sana aku hidup sebagai manusia di lingkungan tempat hidup untuk para manusia yang bentuk, wujud, dan hatinya juga sebagai manusia. Sangat manusia. Aku mau kembali ke kampus, untuk mendapatkan semua yang aku mau dengan cara yang berbeda. I’ll try 2 find my destiny..., dan kupikir bahwa sejarah itu memang berulang (kayak Giambattista Vico bilang), tapi aku suka dengan variasi..so i choose the different way. Jadi kayaknya...beberapa bulan ke depan..Aku balik lagi ke kampus biru! (kampus yang namanya diambil dari nama patih yang fenomenal dengan sumpah palapanya yang bikin kerajaan2 di bawah daulatnya harus pontang panting nyiapin upeti..Huh!), Jogja..i’m coming..!

11 April 2008

nasihat ayatulloh


16 Nasihat Ayatullah Khomeini untuk Pembinaan Pribadi Muslim:

1. Sedapat-dapatnya berpuasalah setiap hari Senin dan Kamis
2. Shalatlah 5 waktu tepat pada waktunya dan berusahalah shalat tahajud
3. Kurangilah waktu tidur dan perbanyaklah membaca Al Quran
4. Perhatikanlah dan tepatilah sungguh-sungguh janjimu.
5. Berinfaklah kepada fakir miskin.
6. Hindarilah tempat-tempat maksiat
7. Hindarilah tempat-tempat pesta pora dan janganlah mengadakannya
8. Janganlah banyak bicara dan seringlah berdoa
9. Berpakaianlah secara sederhana
10. Berolahragalah.
11. Banyak-banyaklah menelaah berbagai buku (agama, sosial, politik, sains, filsafat, sejarah, sastra dll)
12. Pelajarilah ilmu-ilmu teknik yang dibutuhkan negara Islam.
13. Pelajarilah ilmu tajwid dan bahasa Arab, serta perdalamlah
14. Lupakanlah pekerjaan-pekerjaan baikmu dan ingatlah dosa-dosamu yang lalu.
15. Pandanglah fakir miskin dari segi material, dan ulama dari segi spiritual.
16. Ikuti perkembangan umat Islam.

disarikan dari buku "Wasiat Sufi Ayatullah Khomeini"oleh Yamani

arti dunia

Bertanya seseorang kepada junjungan kita

“Wahai Rasulullah tercinta, bandingkan dunia ini dengan akhirat nanti.”

Menjawab Rasulullah SAW,

"Celupkan jarimu ke air lautan.

Air yang menetes dari ujung jarimu itulah dunia seisinya.

Air yang selebihnya di lautan,

air yang ada di seluruh samudera,

itulah akhirat nanti.”

Wahai alangkah kecil arti dunia

Wahai alangkah kerdil arti dunia

Wahai alangkah remeh arti dunia

Wahai alangkah debunya nilai dunia

Yang mengejar akhirat akan mendapat akhirat dan dunia

Yang mengejar dunia cuma mendapat dunia

---taufiq ismail---

03 April 2008

yang pernah bikin pusyiing..

Sosiologi Pengetahuan dan Konstruksi Sosial

Sosiologi pengetahuan, dalam pemikiran Berger dan Luckman (1966/1990), memahami dunia kehidupan (lebenswelt/life world) selalu dalam proses dialektis, antara the self (individu) dan dunia sosio kultural. Proses dialektis itu mencakup tiga momen simultan, yaitu eksternalisasi (penyesuaian diri dengan dunia sosio kultural sebagai produk manusia), objektivasi ( interaksi dalam dunia intersubjektif yang dilembagakan atau mengalami institusionalisasi), dan internalisasi (individu mengidentifikasi dengan lembaga-lembaga sosial atau organisasi sosial tempat individu menjadi anggotanya).

Fase eksternalisasi dan objektivasi merupakan pembentukan masyarakat yang disebut sebagai sosialisasi primer, yaitu saat dimana seseorang berusaha mendapatkan dan membangun tempatnya dalam masyarakat. Kedua fase ini membuat orang memandang masyarakat sebagai realitas objektif, disebut juga man in society. Tahap internalisasi, yang lebih lanjut agar pranata itu dapat dipertahankan dan dilanjutkan, haruslah ada pembenaran terhadap pranata tersebut, tetapi pembenaran itu dibuat juga oleh manusia sendiri melalui proses legitimasi yang disebut objektivasi sekunder. Pranata sosial merupakan hal yang objektif, independen dan tak tertolak yang dimiliki oleh individu secara subjektif. Ketiga momen dialektis itu mengandung feneomen-fenomen sosial yang yang saling bersintesa dan memunculkan suatu konstruksi kenyataan sosial, yang dilihat dari asal mulanya merupakan hasil ciptaan manusia, buatan interaksi subjektif.

Kenyataan sosial objektif yang terlihat dalam hubungan individu dengan lembaga-lembaga sosial dilandasi oleh aturan-aturan atau hukum merupakan produk manusia itu sendiri, bukan merupakan hakekat dari lembaga-lembaga itu. Ciri coersive yang menyertai struktur sosial yang objektif merupakan suatu perkembangan aktivitas manusia dalam proses eksternalisasi atau interaksi manusia dengan struktur-struktur sosial yang sudah ada. Kenyataannya aturan sosial tersebut akan terus berhadapan dengan proses eksternalisasi. Perubahan sosial dan strukturnya akan sangat tergantung bagaimana eksternalisasi berlangsung. Perubahan sosial akan terjadi bila eksternalisasi ternyata membongkar tatanan yang sudah terbentuk. Sedangkan dalam masyarakat stabil proses eksternalisasi individu-individu akan mengidentifikasi dirinya ke dalam peranan-peranan yang sudah mapan. Peranan menjadi unit dasar dasar dari aturan-aturan yang terlembaga secara objektif. Struktur objektif masyarakat tidak menjadi produk akhir dari suatu interaksi sosial, karena struktur berada dalam suatu proses objektivasi menuju suatu bentuk baru internalisasi yang akan melahirkan suatu proses proses eksternalisasi baru.

Struktur kesadaran subjektif individu dalam sosiologi pengetahuan menempati posisi yang sama dalam memberikan penjelasan kenyataan sosial. Setiap individu menyerap bentuk tafsiran tentang kenyataan sosial secara terbatas, sebagai cermin dari dunia objektif. Dalam proses internalisasi, tiap individu bebeda-beda dalam dimensi penyerapan, ada yang lebih menyerap aspek ekstern, ada juga yang ebih menyerap bagian intern. Tidak setiap individu dapat menjaga keseimbangan dalam penyerapan dimensi objektif dan dimensi subjektif kenyataan sosial itu. Kenyataan yang diterima individu dari lembaga sosial, menurut Berger, membutuhkan cara penjelasan dan pembenaran atas kekuasaan yang sedang dipegang dan dipraktekkan.

Pelembagaan pandangan atau pengetahuan oleh masyarakat itu akhirnya memperoleh generalitas yang paling tinggi, dimana dibangun suatu dunia arti simbolik yang universal, yang kemudian disebut sebagai pandangan hidup atau ideologi. Pandangan hidup yang diterima umum itu dibentuk untuk menata dan memberi legitimasi pada konstruksi sosial yang sudah ada serta memberikan makna pada pelbagai bidang pengalaman mereka sehari-hari. Legitimasi di sini adalah proses penjelasan (unsur kognitif) dan pembenaran (unsur normatif) dari suatu interaksi antara individu.

Dengan memandang masyarakat sebagai proses yang berlangsung dalam tiga momen dialektis yang simultan dan masalah legitimasi maka kenyataan sosial itu merupakan suatu konstruksi sosial buatan masyarakat sendiri dalam perjalanan sejarahnya dari masa silam, ke masa kini dan menuju masa depan. Konstruksi sosial itu sendiri pada gilirannya berkarakter plural, relatif, dan dinamis. Dalam arti, bahwa lembaga-lembaga sosial dalam masyarakat memiliki kehendak dalam membangun realitas sosial, dan setiap kehendak tersebut harus berhadapan satu sama lain dan berusaha saling mendominasi. Masyarakat dalam dunia kehidupan mereka selalu terlibat dalam usaha dominasi, oleh sebab itu pertikaian diantara kelompok-kelompok sosial sering muncul.